Total Tayangan Halaman

Senin, 14 Maret 2011

ada Pembobotan dalam Kelulusan Siswa



KONTROVERSI kebijakan Mendiknas tentang UN pada tahun-tahun lalu dan tahun ini nampaknya masih akan terus berlanjut. Hal yang masih diperdebatkan, yang menimbulkan pro dan kontra, ternyata masih di seputar “Apakah UN menjadi satu-satunya penentu kelulusan siswa?”. Bagi yang pro dengan UN, terutama di jajaran Depdiknas atau Dinas Pendidikan, tentu jawaban tidak. UN bukan satu-satunya persyaratan kelulusan siswa. Ada beberapa persyaratan kelulusan siswa. Sedangkan bagi yang kontra, tetap menganggap UN dijadikan satu-satunya penentu (determinan), prasyarat utama kelulusan siswa. Sehingga hak guru diabaikan, HAM (hak asasi murid) dilupakan, karena UN bisa memveto kelulusan siswa.

Untuk memperjelas – dan mungkin memperpanjang – pro dan kontra tentang UN, ada baiknya kita mempelajari beberapa peraturan perundangan terkait dengan UN tersebut.  Dalam PP No. 19 Tahun 2005 pasal 72 ayat (1) disebutkan (1) Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah :
  1. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
  2. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan;
  3. lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
  4. lulus Ujian Nasional.
Untuk SMK, masih ditambah persyaratan nilai mata ujian kompetensi  keahlian rata-rata 7,00.
Jadi, begitu banyak persyaratan untuk bisa lulus SMP/MTs dan SMA/MA/SMK menurut pasal 72 tersebut, kata yang pro UN. Lalu apanya yang salah? Peraturan sudah begitu jelas: sekurang-kurangnya ada 4 persyaratan lulus sekolah!

Syarat 1 : siswa harus menyelesaikan seluruh program pembelajaran. Artinya siswa sekolah beneran, tidak fiktif, dan mengikuti kegiatan belajar dalam kurun waktu yang ditentukan. Kalau bersekolah di SMP atau SMA ya 3 tahun gitu lhoh. Tidak mungkin seseorang yang hanya 7 bulan atau 1 tahun bersekolah, lalu dapat ijazah SMP atau SMA – seperti yang terjadi pada PTS, Perguruan Tinggi Siluman, yang mengiming-iming guru (berijasah D1, D2, D3) untuk mengikuti kuliah kualifikasi ke S1 dengan sistem kilat khusus, yang banyak ditawarkan di Kaltim oleh PTS dari dalam dan luar Kaltim.

Syarat 2: memperoleh nilai hasil belajar minimal baik pada seluruh matapelajaran non-UN (pendidikan agama, PKN, Seni Budaya, dan Penjas-Orkes). Nilai minimal baik itu berapa sih? Enam, tujuh, atau delapan? Kalau dalam buku rapor siswa, nilai 6 itu cukup; nilai 7 lebih dari cukup; dan nilai 8 baik; 9 sangat baik, serta 10 istimewa. Sementara nilai 5 adalah kurang, 4 sangat kurang, 3, 2, 1 adalah …? (Apakah ada guru yang pernah memberikan nilai 3, 2, 1 dalam rapor siswanya selama ini? ). Di sini guru atau pendidik memiliki peran yang besar dalam menentukan (sebagian) kelulusan siswanya.

Syarat 3 : lulus ujian sekolah (dengan nilai 6, barangkali) untuk matapelajaran kelompok IPTEK : Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA, IPS, TIK, dan lain-lain.  Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris ada ujian praktiknya, sehingga dilakukan ujian sekolah di samping UN. Matematika hanya UN. IPA (Fisika, Kimia, Biologi). IPS (Ekonomi, Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi), TIK, bahasa asing lainnya diujikan dalam ujian sekolah – kecuali Ekonomi yang di-UN-kan di SMA jurusan IPS, dan Bahasa Asing untuk SMA Jurusan Bahasa. Ujian sekolah ini akan dilaksanakan setelah ujian nasional berakhir. Di sini sekolah atau satuan pendidikan memiliki peranan yang besar dalam menentukan kelulusan siswa-siswanya.

Syarat khusus SMK, siswa harus lulus uji kompetensi keahlian sesuai dengan jurusan atau program keahliannya, dengan nilai minimal 7,00. Dalam UN tahun 2007 ini, akan dijadikan pertimbangan kelulusan siswa SMK. Ini berbeda dengan syarat kelulusan pada UN tahun 2005/2006.

Syarat terakhir, lulus UN. Nah! Ini yang masih mengundang kontroversi itu. Bukan standar kelulusannya, nilai rata-rata tiga mata pelajaran UN 5,00 dan minimal nilai 4,25 (kriteria 1) atau ada satu mata pelajaran UN dengan nilai minimal 4,00 dan nilai dua mata pelajaran UN lain minimal 6,00 (kriteria 2). Persyaratan “Lulus UN” itulah yang mengundang masalah.

Bagaimana sekolah (satuan pendidikan) bisa menetapkan kelulusan siswanya, jika syarat 1, 2, dan 3 sudah terpenuhi, artinya siswa sudah mengikuti seluruh program, memiliki nilai baik pada kelompok mata pelajaran non-IPTEK, atau minimal nilai 6,00 pada mata pelajaran ujian sekolah, namun siswa yang bersangkutan tidak lulus UN. Apakah siswa ini bisa diluluskan oleh sekolah? Dalam PP 19/2005 pasal 72 ayat (2) disebutkan bahwa,  “Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri”.  Pertanyaan adalah, dalam kriteria BSNP atau Mendiknas itu apakah UN dijadikan sebagai kriteria  utama kelulusan siswa atau tidak? Apakah UN hanya salah satu pertimbangan dari kelulusan siswa, sehingga sekolah bisa meluluskan siswanya walaupun dia tidak lulus UN? Atau, apakah sekolah bisa tidak meluluskan siswanya, walaupun  lulus UN?
Related posts:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar